Cinta Yang Tak Bisa Bersatu - Cerpen

Zaki. Cowok ini begitu populer di sekolahku, meskipun dia begitu cuek, tapi dia mempunyai karisma yang disenangi oleh para wanita, tak terkecuali aku. Aku adalah siswa baru di sekolah ini, kalian bisa saja memanggilku dengan nama Ila.

Zaki adalah kakak kelasku, aku mengenalnya pertama kali ketika aku mengikuti ekskul yang sama dengannya. Awalnya aku hanya biasa saja dengannya, tapi karena aku sering digojlokin dengannya, akhirnya perasaan itu mulai tumbuh sedikit demi sedikit dalam hatiku, tapi perasaan yang aku miliki tidak pernah dibalas olehnya. Semenjak dia tau kalaw aku menyukainya, dia nggak pernah lagi tersenyum kepadaku, melihat wajahku aja dia males apa lagi melemparkan senyum dari bibirnya itu.
Satu semester sudah aku lewati di sekolah ini, tapi perasaan yang aku miliki kepadanya masih belum hilang.
Setelah liburan semester ganjil, akhirnya aku bisa sekolah lagi dan bertemu dengan teman-temanku. Sudah beberapa hari, semenjak masuk sekolah aku tidak melihat kehadirannya di sekolah. Yap… benar cowok yang membuatku menyukainya, tapi aku malah bahagia, karena dengan begitu aku bisa melupakannya.
Aku, pembina tahfidz, dan beberapa anggota tahfidz yang lain sedang membicarakan pembuatan almamater tahfidz di depan kelas XII IPA, ketika kami sedang asyik mendiskusikan pembuatan almamater sayup-sayup aku mendengar seseorang berkata….
“Zaki bukankah itu Ila?”, kata seseorang kepada orang yang dituju.
“Bukankah kamu merindukannya zak? Sekarang kamu bisa melihatnya…” seseorang yang lain menimpali ucapan temannya itu.
Aku melihat ke arah orang-orang yang sedang membicarakanku, ternyata mereka adalah kak zaki dan beberapa temannya yang sedang duduk-duduk di depan UKS sekolah yang tempatnya tak jauh dari kelas XII IPA, hanya berjarak satu ruang, yakni ruang ruang musik sekolah. Aku hanya diam ketika sekilas aku melihat senyum yang ada di wajahnya, senyum yang indah, senyum yang bisa merapuhkan pertahananku sebagai seorang wanita.
“Zaki…!!!” seorang pria paru baya memanggil namaku denagan sebuatan zaki, pria itu adalah guru musikku, aku sudah akrab dengan panggilan yang diberikan kepadanya untukku. Yap…. dia adalah guru yang mendukungku dengan kak zaki.
Dia memanggilku sekali lagi “Zaki… sini cepat!!!”, kemudian dia masuk ke ruangan musik dan mulai melatih para anggota musik.
Aku masuk ke dalam ruangan musik dan melihat kak zaki sedang bernyanyi yang diiringi oleh gitar yang dimainkan guru musikku itu. Ketika guru musikku melihatku dia langsung berkata “cepat ambil alat musikmu!!! Jangan hanya melamun disitu!!!” perintah guruku. Langsung saja aku pergi ke tempat piano, ya.. aku adalah pianis di sekolah ini. Aku mulai memainkan piano sesuai dengan irama, tapi ditengah-tengah latihan guruku menghentikan lagunya dan mulai berkata “Ada apa denganmu zaki, kenapa suaramu dari tadi nggak menyatu dengan musik, apa ada yang salah denganmu? Fokus zaki!!! fokus!!!” dengan nada tinggi guruku memarahi kak zaki yang hanya tertunduk.
Beberapa hari sudah aku lewati, aku tidak lagi menemukan wajah yang membuatku semangat dalam belajar di sekolah ini. Yap… betul!!! Sudah beberapa hari ini setelah latihan musik itu aku sudah tidak melihat wajahnya lagi. Aku sanagat merindukannya. Ketika dia tersenyum dan tertawa bersama teman-temanya.
Aku sedang duduk di depan kelas bersama sahabat-sahabatku. Ketika aku sedang asyik berbicara dengan mereka tiba-tiba seorang teman laki-lakiku berkata “Il… kamu nggak mau jenguk zaki apa, dia sedang sakit” temanku memberi tauku tentang kondisi kak zaki yang sedang tidak baik. Aku membalas ucapannya “Kenapa kamu memberi tauku?” dengan nada tak peduli, tapi di lubuk hati yang paling dalam aku menghawatirkannya. “Siapa tau kamu mau nyelawat il.. hahaha” timpal salah satu teman laki-lakiku yang kabarnya sih dia menyukaiku. “Gila kamu emang dia sudah mati apa? Pake nyelawat segala…” timpalku, spontan semua teman-temanku yang mendengarkan pembicaraan kami pun tertawa terbahak-bahak, aku hanya tersenyum di depan mereka, tapi di lubuk hatiku yang paling dalam aku menghawatirkannya. Aku berdoa semoga dia cepat sembuh dan masuk sekolah seperti biasanya. Amin.
“Kepada para anggota paduan suara harap menempati tempatnya masing-masing” itulah intruksi yang diucapkan oleh ketua osis. Aku dan tim paduan suara sekolah dengan cepat berlari menuju tempat kami, karena upacara akan segera dimulai. Dengan khidmat kami mengikuti upacara.
Upacara selesai dilakukan, aku dan teman-temanku kembali ke kelas masing-masing. Di perjalanan menuju kelas mataku menagkap sosok seorang pria yang aku rindukan beberapa hari terakhir ini. Sekilas senyum mewarnai wajahku. Aku pun mengucapkan rasa syukurku kepada Allah SWT.karena sudah mengabulkan doaku. Dalam hati aku berkata “Ya Allah…. terima kasih, engkau telah mengabulkan doa-doaku selama ini, hari ini aku bahagia banget karena dia sudah sehat kembali dan bisa melakukan aktivitasnya lagi. Ya Allah… aku mohon padamu jangan pernah lagi engkau membuat dia merasa tak berdaya lagi. Ya Allah… aku juga memohon kepadamu, biarkanlah aku tetap melihat senyum yang terukir indah di wajahnya, meskipun aku tau senyuman itu bukan untukku tapi untuk seseorang yang dia sayangi”.
“Hei Ila!” seorang sahabatku mengejutkanku. “Dari tadi aku lihat kamu melamun terus, awas kesambet loh!” sahabatku yang satunya menimpali, aku hanya tersenyum tanpa membalas perkataan mereka.
Liburan semesterpun tiba. Aku menghabiskannya dengan liburan bersama kedua sahabatku. Pada liburan kali ini aku hanya ingin bersama-sama dengan kedua sahabatku dan menghabiskan hari bersama mereka berdua.
“Ila lihat!” Ima seorang sahabatku menunjuk ke suatu arah. Akupun melihat ke arah tersebut. “Bukankah itu kak zaki?” Ria seorang sahabatku menimpali. “Siapa cewek yang bersamanya itu? Apakah cewek itu pacarnya?” Ria melanjutkan ucapannya. “Hush…. jangan diterusin mending kita pergi dari tempat ini” Ima menarik tanganku dan memberi isyarat kepada ria untuk segera meninggalkan tempat itu.
Liburan pun berakhir, aku mulai memasuki sekolah dengan malas. “Ila… loe baik-baik aja kan?” Ima menanyakan keadaanku, karena aku sering melamun semenjak kejadian itu. “Iya… nih il, loe baik-baik ajakan?” Ria juga menanyakan pertanyaan yang sama dengan Ima. “Gue baik-baik aja kok, kalian nggak usah hawatir” ucapku menjawab pertanyaan mereka dengan senyum yang dipaksa.
“Ila buruan dong!” Ria berteriak dari luar kelas. “iya tunggu sebentar lagi, aku hampir selesai nih!” balasku. “Ah.. lama banget sih il… kamu ngapain sih di dalam? Kita pergi duluan deh! Kamu nyusulya!” Ria berteriak dan pergi dengan Ima meninggalkanku sendirian.
Aku menyusul mereka dengan terburu-buru, tiba-tiba tanpa sengaja aku menabrak seseorang. “Sorry…” ucapku dengan menundukkan wajahku. “Loe nggak papa?” orang itu menanyakan keadaanku. Aku mengangkat kepalaku untuk melihat wajah orang yang aku tabrak. Aku terkejut melihat wajahnya, dia tersenyum kepadaku. Untuk beberapa saat aku hanya bisa diam seperti orang bodoh melihat senyum manisnya. “Hei…” ucapnya membuyarkan lamunanku dan mengembalikan konsentrasiku. “Maaf aku buru-buru” ucapku dan langsung pergi meninggalkannya.
“Nih…” Ima menyodorkan pentol kepadaku. Aku mengambilnya “Thanks ya kawan” ucapku. “Eh… denger-denger di sekolah kita akan diadakan festival band antar sekolah. Bener nggak sih?” Ima melihat ke arahku dan meminta jawaban dariku. “Iya mungkin” jawabku singkat. “Kok masih mungkin sih Il?” jawab Ima. “Udahlah aku lagi males membicarakan itu lebih baik…” ucapanku terputus ketika seseorang memanggilku. “Zaki!!! sini!!” guru musikku memanggilku. Aku bergegas berlari ke arahnya dan meninggalkan teman-temanku. “Ada apa pak?” tanyaku setelah sampai di hadapannya. “Ikut aku, sekarang kita latihan untuk festival band” ucap guruku sambil berjalan ke ruang musik.
Sesampainya di ruang musik aku terkejut. “Kenapa kamu disini?” spontan kata-kata itu keluar dari mulutku. “Tidakkah kamu bahagia karena kamu akan mengiringinya bernyanyi ketika festival band nanti. Dan kalian harus bisa kompak agar kita bisa memenangkan festifal band tersebut, karena sekolah kita adalah tuan rumah. Jadi ingat jangan pernah mengecewakan sekolah kita ok! Perintah ini bukan untuk kalian berdua saja tetapi semua pemain yang ikut memeriahkannya” ucap guru musikku.
Hari H pun telah tiba, kami mendapat giliran pertama tampil. Semua penonton memberikan tepuk tangan yang meriah untuk kami. Aku dan tim musikku mulai memainkan alat musik kita masing-masing dan menyanyikan lagu yang sudah kita latih beberapa hari belakangan ini.
Aku termenung sendiri di kolam ikan sekolah. “Dek…” suara lembut yang begitu aku kenal memanggilku, aku pun menoleh ke arahnya. “Ngapain disini sendirian?” dia melanjutkan pembicaraannya dan duduk di sampingku. Aku menatapnya. “Hei kenapa diam? Apa ada yang salah?” tanyanya. “Ah… tidak” jawabku kemudian aku menatap ke arah kolam kembali. “Aku mau berbicara denganmu, apakah kamu ada waktu?” tanyanya. “Oh… ya silahkan”. “Jika aku berkata aku menyukai seseorang disekolah ini, apakah kamu akan mempercayaiku?”. Aku kaget. “Aku menyukai seorang siswi di sekolah ini, menurutku dia pintar, baik, sopan, ramah. Intinya dia sangat sempurna di mataku” lanjutnya. “Oh” hanya itu yang keluar dari mulutku. “Apa kamu mau tau dia itu siapa?”. “Jika itu bisa membutmu lega silahkan ceritakan, aku akan mendengarnya”. “Dia cewek yang bisa membut hari-hariku bahagia, dia seseorang yang selalu membuat hidupku berwarna, aku akan bahagia jika melihatnya bahagia, aku bisa tersenyum ketika aku bisa melihat senyumnya, tapi sebaliknya…” dia menghentikan pembicaraannya. “Jika kakak menyukainya kenapa kakak tidak mencoba untuk berterus terang padanya” ucapku. “Aku nggak bisa…”. “Kenapa?”. Dia tersenyum dan pergi meninggalkanku. Sendiri.
Acara perpisahan kakak kelas sudah selesai. Sekali lagi aku hanya bisa termenung melihatnya tersenyum. Ya… untuk kali ini aku akan berpisah dengannya. Aku akan pulang ke rumah, ketika tiba-tiba seorang temanku memanggilku. “Ila… tunggu!” teriaknya menghentikan langkahku. “Ini buat kamu” menyodorkan selembar kertas kepadaku. “Untukku?”. “Ya”. “Dari siapa?”. “Baca saja sendiri” kemudian dia pergi meninggalkanku.
Di kamar, aku merebahkan badanku, hari ini aku benar-benar capek. Ketika aku mau memejamkan mataku. Aku mengingat selembar kertas yang diberikan oleh temanku di sekolah tadi. Aku mulai mengambil kertas itu kemudian membacanya
“Aku akan menjawab pertanyaanmu ketika kita berbicara di kolam. Taukah kamu? Jika selama ini aku selalu mengagumimu. Tapi apa daya aku tidak bisa mengungkapaknnya kepadamu. Setiap hari aku hanya ingin melihatmu. Ketika aku tau kamu menyukaiku, hatiku senang sekali. Tapi apakah kamu tau, mengapa selama ini aku menghindar darimu? Aku tidak ingin kamu terluka. Aku hanya ingin melihatmu bahagia. Sekarang aku benar-benar menyesal. Aku merasa Allah tidak adil dalam hidup ini. Tapi aku mulai sadar bahwa semua yang Allah berikan pasti ada hikmahnya. Aku akan melanjutkan studyku ke Bandung. Aku ingin melupakanmu. Semoga aku berhasil dan aku harap kamu juga akan behasil melupakanku. O iya… tahun depan, aku akn menikah dengan tunaganku. Aku harap kamu bisa datang dalam pernikahanku. Maafkan aku jika semua sikapku selama ini menyakitimu, tapi itulah alasanku, mengapa aku selalu menjauh darimu. Sekali lagi aku minta maaf. Mungkin jika Allah mempertemukanku denganmu terlebih dahulu, aku tidak akan menerima permintaan orangtuaku. Sekali lagi maafkan aku. Terima kasih untuk semua yang sudah kau perlihatkan kepadaku. I MISS YOU.” tak terasa air mataku mulai membasahi pipiku.

Catatan Pohon Kecil

No comments:

Post a Comment

Instagram